Rabu, 21 Januari 2009

Peran Imam Syatibi dalam Ilmu Qiraat

Peran Imam asy-Sya¯ibiy dalam Ilmu Qira'at
Qir±'±t tujuh yang populer di kalangan masyarakat Muslim hingga saat ini adalah qirā’āt Nāfi‘ (imam Madinah), qirā’āt Ibnu Katsīr (imam Mekkah), qirā’āt Abū ‘Amr bin al-‘Alā’ (imam Basrah), qirā’āt ‘Āshim, Hamzah dan al-Kisā’ī (imam-imam Kufah), dan qirā’āt Ibnu ‘Āmir (imam Syam).
Ada tiga tokoh besar yang mengenalkan qirā’āt tujuh kepada Kaum Muslimin. Yaitu, pertama Imam Ibnu Mujāhid yang telah menyeleksinya dari sekian banyak qirā’āt yang ada pada zamannya; kedua Imam Ad-Dāniy yang telah menyederhanakan perawinya hingga menjadi empat belas saja; dan ketiga Imam asy-Syāthibiy yang memopulerkan para rawi pilihan Ad-Dāniy hingga menjadikan qirā’at tujuh diterima luas di masyarakat. Tulisan ini akan mencoba untuk melihat lebih dekat peran tokoh yang ketiga ini.

Sekilas Biografi
Nama lengkap dari Imam asy-Sy±¯ibiy adalah Abµ Muhammad al-Q±sim bin F³rruh bin Ahmad asy-Sy±¯ibiy ar-Ra‘³niy; atau menurut riwayat lain Abµ al-Q±sim bin F³rruh bin A¥mad asy-Sy±¯ibiy ar-Ra‘³niy.
Imam Sy±¯ibiy lahir pada tahun 538 H. di Sy±¯ibah (Jativa), kota besar di Andalusia Timur yang banyak menghasilkan ulama.
Imam Sy±¯ibiy wafat di Kairo pada tanggal 28 Jumadil Akhir tahun 590 H. bertepatan dengan tanggal 20 Juni tahun 1194 M. dalam usianya yang kelima puluh dua tahun. Dikebumikan di pemakanan keluarga al-Q±«³ al-F±«il yang terletak di puncak gunung Muqa¯¯am, Kairo.
Imam asy-Sy±¯ibiy buta sejak kecil. Oleh karena itu, mendapatkan perhatian yang lebih dari keluarganya, termasuk urusan pendidikan. Maka, sejak dini, dia sudah menghafal Al-Qur'an, dan belajar hadis dan fiqih di halaqah-halaqah yang diadakan di Masjid Sy±¯ibah. Namun, kemudian dia lebih tertarik kepada ilmu qir±'±t daripada ilmu-ilmu lain. Untuk itu dia berguru kepada Abµ Abdull±h Muhammad bin Ab³ al-‘²¡ an-Nafar³.
Perjalanan selanjutnya, Imam Sy±¯ibiy berpindah ke kota Belensiyah (Valencia), salah satu kota pusat ilmu pengetahuan di wilayah Andalusia pada waktu itu. Di sini, dia mengaji Al-Qur'an (qira'at) dan belajar kitab Tays³r f³ al-qir±'±t as-sab‘ karya Abµ ‘Amr ad-D±n³ kepada Imam Ibnu Hu§ail. Juga belajar hadis kepada beliau (Ibnu Hu§ail), di samping kepada Abµ ‘Abdull±h Muhammad bin Ab³ Yµsuf bin Sa‘±dah, Abµ Muhammad bin ‘²syir bin Muhammad bin ‘²syir, dan Abµ Muhammad ‘Abdullāh bin Ab³ Ja‘far al-Murs³. Di bidang bahasa, Imam Sy±¯ibiy belajar kitab Sibawaih, al-K±mil karya al-Mubarrad, dan Adab al-K±tib karya Ibnu Qu¯aibah kepada Abµ Abdull±h Mu¥ammad bin ¦am³d. Sedang tafsir dipelajarinya dari Abµ al-¦asan bin an-Ni‘mah, pengarang kitab Rayy a©-ªam‘±n f³ tafs³r al-Qur'±n.
Selanjutnya, dalam perjalanan menuju tanah suci, dia sempat singgah di Iskandariah (Mesir) untuk beberapa saat. Waktu itu, di kota Iskandariah terdapat seorang ahli hadis yang sangat terkenal. Yaitu al-¦±fi© Abµ °±hir as-Salafī. Waktu singgah itu pun digunakan oleh Imam Sy±¯ibiy untuk belajar hadis kepadanya.
Setelah itu, dia meneruskan perjalanannya menuju tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya dari sana, dia mampir lagi ke Mesir. Kali ini, dia langsung masuk Kairo. Pada masa itu, Mesir berada di bawah pemerintahan ¢al±¥ ad-D³n al-Ayyµbiy. Namun, dia sedang berperang di Syam melawan tentara salib, sedang urusan pemerintahan di Mesir dipercayakan kepada wazirnya, al-Q±«³ al-F±«il. Begitu mengetahui Imam Sy±¯ibiy tiba di Kairo, al-Q±«³ al-F±«il menyambutnya dengan penuh hormat dan langsung mengangkatnya menjadi Syaikh Madrasah al-F±«iliah yang dibangunnya di jalan Mulµkhiah di kota Kairo.
Di madrasah ini, Sy±¯ibiy mulai mengajar Al-Qur'an. Dalam waktu singkat, beritanya sudah tersebar ke mana-mana. Para pelajar pun berdatangan untuk menimba ilmu. Imam Sy±¯ibiy memang cerdas, daya hafalnya kuat, zuhud, saleh, wara‘, sabar dan tulus. Seluruh cabang ilmu yang pernah dia pelajari, dikuasainya dengan sungguh-sungguh. Tidak pernah mengajar Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci, baik dari hadas maupun najis. Tidak memperkenankan orang-orang yang duduk bersamanya untuk berbicara di luar masalah ilmu dan Al-Qur'an. Suatu ketika pernah sakit keras, tetapi tidak pernah mengeluh. Setiap kali ditanya tentang keadaannya selalu menjawabnya dengan satu kata, “Afiat (sehat [tidak ada apa-apa]).”
Demikianlah, Imam Sy±¯ibiy terus mengadakan halaqahnya di Madrasah al-F±«iliah, hingga melahirkan banyak murid, seperti Abµ al-¦asan ‘Ali bin Muhammad as-Sakh±wiy, muridnya yang paling menonjol dan kelak menggantikannya sebagai pimpinan iqr±' (pengajaran Al-Qur'an) setelah dia wafat, juga Abµ ‘Abdull±h Mu¥ammad bin ‘Umar al-Qur¯µbiy, Abµ ‘U£m±n bin ‘Umar bin al-H±jib dan lain-lain.
Selain itu, juga banyak yang meriwayatkan hadis darinya, seperti Abµ al-Hasan bin Khairah, Muhammad bin Yahya al-Jinj±liy, Abµ Bakar bin Wa««±h, Abµ al-¦asan ‘Ali al-Jumaiziy, dan Abµ Muhammad bin ‘Abd al-W±ri£.
Sedang di antara mereka tercatat, yang telah mengambil qir±'±t tujuh darinya adalah Abµ Mµs± ‘´s± bin Yµsuf al-Maqdisiy, ‘Abd ar-Ra¥m±n bin Sa‘³d asy-Syāfi‘iy, Abµ Abdull±h Mu¥ammad bin ‘Umar al-Qur¯µbiy, az-Zain Abµ ‘Abdull±h al-Kurd³, as-Sad³d ‘Īsā bin Makkiy, al-Kam±l ‘Ali bin Syuj±‘ dan lain-lain.

Perannya Dalam Ilmu Qirā’āt
Gambaran Tentang Kasidah Hirz al-amānī
Peran Imam asy-Syāthibiy dalam ilmu qirā’āt, secara umum, dan qirā’āt tujuh, secara khusus, terutama, kembali pada bukunya yang berjudul Hirz al-amānī wa wajh at-Tahānī tentang qirā‘āt tujuh yang berbentuk kasidah, yang juga dikenal dengan sebutan al-Manzhūmah asy-Syāthibiyah atau Matn asy-Syāthibiyah. Untuk itu, kita perlu membahasnya terlebih dahulu.
Tentang bukunya ini, Imam Syāthibiy pernah mengatakan, “Barangsiapa membaca kasidahku ini, pasti memperoleh manfaat dari Allah, karena aku menulisnya untuk Allah.”
Matn Asy-Syāthibiyah adalah kasidah yang terdiri dari 1173 bait dengan pakem bahr thawīl dan sajak lāmiyyah (setiap bait diakhiri dengan huruf lām).
Seperti dijelaskan dalam mukadimahnya, kasidah ini merupakan ringkasan dari kitab at-Taysīr fī al-qirā’āt as-Sab‘ karya Imam Abū ‘Amr ad-Dāniy (w. 444 H. = 1052 M.), ditambah dengan beberapa hal, seperti makhraj huruf dan beberapa ketentuan lain. Tambahan itu, oleh Imam Syāthibiy dinamai dengan ziyādat al-qashīd ‘ind al-qurrā’. Tentang periwayatan, Imam Syāthibiy menyebutkan dua riwayat bagi setiap bacaan (imam) dari qirā’āt tujuh dan satu tharīq bagi masing-masing riwayat (rāwī) itu. Dengan demikian, jumlah tharīq yang disebutkan oleh Imam Syāthibiy ada empat belas.
Tentang metode, Imam Syāthibiy memiliki teknik menarik dalam menyebutkan imam dan rawi qirā’āt. Selain menyebutkan namanya secara langsung, dia juga menggunakan kode (huruf abjad). Ada dua jenis kode yang dia gunakan, yaitu huruf dan kata. Kode huruf juga dibagi menjadi dua; yang menunjukkan satu orang imam atau rawi, dan yang menunjukkan kelompok. Sementara kode kata hanya digunakan untuk menunjuk kelompok. Masih ada ketentuan lain lagi, yaitu kode huruf selalu disebutkan di awal kata yang bermakna luhur setelah mazhab qirā’āt tertentu baik ushūl maupun farsy, sedang kode kata tidak tentu; terkadang sebelum dan terkadang sesudah.
Contoh:
وَمَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ رَاوِيهِ نَاَصِرٌ
Huruf rā’ (ر) pada kata رَاوِيهِ adalah kode Kisā’iy; sedang huruf nūn (ن) pada kata نَاَصِر adalah kode ‘Āshim. Dengan demikian, maksud dari bait di atas, adalah bahwasanya Kisā’iy dan ‘Āshim membaca ملك يوم الدين dengan memanjangkan ma; sementara yang lain-lain membacanya pendek. Oleh karena itu tidak dijelaskan.
وَفي أَنْ تَضِلَّ الْكَسْرُ فَازَ وَخَفَّفُوا فَتُذْكِرَ حَقًّا وَارْفَعِ الرَّا فَتَعْدِلاَ
Bait ini membahas bacaan ان تضل dan فتذكر yang tersebut dalam ayat 282 surah al-Baqarah. Huruf fā’ yang bergaris bawah adalah kode Hamzah; sedang kata حق yang bergaris bawah adalah kode Ibnu Katsīr dan Abu ‘Āmir. Maksudnya adalah bahwa Hamzah membaca kata ان تضل dengan إِنْ تَضِلَّ kasrah pada hamzah (إِنْ), dan yang lain-lain membacanya dengan fat-hah. Sementara kata فتذكر dibaca oleh Ibnu Katsīr dan Abu ‘Āmir dengan takhfīf pada kāf (فَتُذْكِرَ), sedang yang lain-lain membacanya dengan tasydīd فَتُذَكِّر. Satu lagi perbedaan. Selain membacanya dengan mentasydidkan kāf, Hamzah membaca rā’ pada فَتُذَكِّر dengan rafa‘ (رُ) tidak seperti imam-imam lain yang menashabkannya (رَ). Hal ini dipahami dari ungkapan وَارْفَعِ الرَّا فَتَعْدِلاَ (dan rafa‘-kanlah rā’…).
وَمَا يَخْدَعُونَ الْفَتْحَ مِنْ قَبْلِ سَاكِنٍ وَبَعْدُ ذَكَا وَالْغَيْرُ كَالْحَرْفِ أَوَّلاَ
Bait ini menjelaskan bacaan يخدعون pada ayat يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (al-Baqarah [2]: 9). Dzāl adalah kode ‘Āshim, Hamzah, Kisā’iy dan Ibnu ‘Āmir. Bait ini menunjukkan bahwa mereka membaca kata tersebut dengan mem-fathah-kan huruf sebelum dan sesudah huruf mati yaitu khā’. Dengan demikian, bacaan mereka adalah يَخْدَعُونَ; sementara yang lain-lain membacanya seperti yang pertama, yaitu يُخَادِعُونَ. Hal ini dipahami dari ungkapan وَالْغَيْرُ كَالْحَرْفِ أَوَّلاَ (dan yang lain seperti harf pertama).

Pengaruh
Dari keterangan di atas, terutama contoh-contoh yang telah disebutkan diperoleh kesan bahwa pemaparan dengan menggunakan kasidah sangatlah hemat. Sedikit kata mampu mengungkapkan sekian banyak makna. Selain itu, juga menarik, hingga mudah dihafal. Inilah barangkali yang membuat Matn asy-Syāthibiyyah sangat terkenal; melebihi sumber aslinya, kitab At-Taysīr karya Imam Ad-Dāniy. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa pada suatu kurun tertentu, tidak ada satu rumah pun di Damaskus yang tidak memiliki kitab ini. Bahkan, seperti disebutkan oleh Ibnul Jazariy, umat Islam pada zamannya hampir tidak menetapkan sesuatu sebagai al-Qur’an kecuali apa yang tersebut dalam kitab asy-Syāthibiyyah dan at-Taysīr. Sampai kini pun keadaan ini belum belum berubah. Matn asy-Syāthibiyyah tetap menjadi buku wajib di ma‘had-ma‘had dan kulliyyah- kulliyyah al-Qur’an yang harus dihafal oleh pelajar dan mahasiswanya.
Salah satu bukti dari luasnya peredaran itu adalah banyaknya buku yang ditulis terkait dengannya, baik dalam bentuk syarah, ringkasan maupun hāsyiah atas syarah. Seorang peneliti dari Maroko pernah mendatanya, dan menemukan lebih dari seratus. Di antara syarah-syarah itu yang paling terkenal adalah:
1. Fat-h al-washīd fī syarh al-qashīd, karangan ‘Alam ad-Dīn as-Sakhāwī (w. 643 H. = 1245 H.).
2. Ibrāz al-Ma‘ānī min Hirz al-Ma‘ānī, karangan Abū Syāmah (w. 665 H = 1266 M).
3. Kanz al-Ma‘ānī fī syarh Hirz al-Ma‘ānī wa wajh at-Tahānī, karangan al-Ja‘barī (732 H = 1331 M).
4. Sirāj al-Qāri’ al-Mubtadi’ wa tidzkār al-Muqri’ al-Muntahī, karangan Ibn al-Qāshih (801 H = 1398 M).
5. Taqrīb an-Naf‘ fī al-Qirā’āt as-Sab‘, karangan Syaikh ‘Ali Muhammad adh-Dhayyā‘, Syaikh Umūm al-Maqāri’ al-Masriah.

Penutup
Demikianlah, buku Imam Syāthibiy diterima luas di kalangan Kaum Muslimin. Implikasinya, qirā’āt tujuh menjadi sangat populer dan diyakini sebagai kumpulan qirā’āt yang mutawatir dari Rasulullah saw. Inilah peran Imam Syāthibiy. Qirā’āt tujuh yang sebelumnya, telah dikenalkan (diseleksi) oleh Imam Ibnu Mujahid, kemudian disederhanakan oleh Imam Ad-Dānī dipopulerkan oleh Imam Syāthibiy, hingga diyakini oleh khalayak Muslim sebagai kumpulan qirā’āt yang ditransmisikan dari Rasulullah saw. dengan cara mutawatir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar